Ihwal Krisis Keuangan Amerika Serikat Tahun 2008
Berita- berita ekonomi di berbagai media banyak sekali yang menyoroti krisis ekonomi si AS. Berita itu diwarnai bagaimana krisis yang menghantam AS sejak tahun 2008, mengganjal perekonomian dunia sampai saat ini.
Alangkah sayangnya jika kita, hanya menelan berita itu tanpa mengerti krisis apa yang sebenarnya terjadi di AS. Selain membantu pemahaman kita tentang kondisi sosial-ekonomi dunia, harapan saya mudah-mudahan kita bisa mengambil 'pelajaran dari kisah tentang sang 'Polisi Dunia', Amerika Serikat, ini.
Pendahuluan
Krisis Subprime Mortgage (KPR Subprime) di Amerika Serikat
Derivatif Subprime Mortgage
- Bank menjual KPR Subprime kepada lembaga keuangan yang disponsori pemerintah (government-sponsored enterprises) di bidang perumahan yaitu Fannie Mae dan Freddie Mac. Fannie Mae dan Freddie Macadalah perusahaan kredit perumahan terbesar di AS.
- Fannie Mae dan Freddie Mac, lalu me-sekuritisasi KPR Subprime tersebut dengan menerbitkan instrumen utang derivatif bernama Mortgage Backed Securites (MBS).
- MBS lalu dibeli oleh investment bank seperti Lehman Brothers, Morgan Stanley, UBS, HSBC, dan lain-lain.
- Investment bank tersebut men-sekuritisasikan MBS (sekuritisasi atas sekuritisasi) dengan menerbitkan Collateralized Debt Obligation (CDO).
- Langkah sekuritasasi ini terus berlanjut sehingga menghasilkan CDO turunan, synthetic CDO atau credit linknote (CLN).
Dampak Krisis secara Luas
Amerika Serikat merupakan negara yang menganut ekonomi liberal. Ekonomi AS
dibiarkan menuruti mekanisme pasar, tanpa campur tangan pemerintah.
Amerika Serikat (AS) mulai mengalami krisis keuangan sejak tahun 2007. Namun puncaknya terjadi pada September 2008, dimana beberapa lembaga keuangan raksasa dunia mengalami kebangkrutan. Akibatnya investor menarik dana investasi mereka demi melindungi nilainya. Penarikan dan invesatsi besar-besaran tersebut mengakibatkan merosotnya Indeks Nasdaq dan Down Jones. Indeks Dow Jones merosot tajam dari level 13.056 menjadi 8.175 atau terkoreksi sekitar 37%. Sedangkan Indeks Nasdaq dari level 2.600 turun menjadi level 1.521 atau terkoreksi 40%. Untuk mengatasi masalah tersebut Pemerintah AS menyediakan dana talangan sebesar US$700 miliar. Namun krisis tidak melemah, malah semakin membengkak menjadi US$1 triliun.
Merosotnya Indeks Saham Amerika Serikat langsung berdampak
pada bursa saham di negara-negara lain. Indeks Nikkei di Jepang dari level
14.600 turun ke level 7.621 atau terkoreksi 47%. Di Hongkong, Indeks Hang Seng
turun dari level 27.500 ke level 12.380 atau terkoreksi 40%.
Penyebab utama dari krisis yang terjadi di Amerika ini
ternyata adalah gagalnya program Subprime Mortgage, suatu desain
produk perbankan untuk kredit kepemilikan rumah di AS.
KPR Subprime mulai diperkenalkan
pada tahun 1930-an, saat terjadi Great Depression, sebuah krisis besar yang melanda AS.
Pemerintah AS mendesain KPR Subprime untuk masyarakat kelas
menengah ke bawah yang memiliki tidak memiliki kemampuan finansial memadai (non bankable). Menyadari jenis KPR ini beresiko
yang lebih tinggi dibanding KPR komersial yang lainnya, maka pemerintah AS
melalui Federal Housing Administration (FHA) yang dibentuk
berdasarkan Undang-Undang Perumahan (National Housing Act) memberikan
asuransi bagi lender (perbankan).
KPR semakin booming pada periode tahun
2001-2007. Tahun 2006 nilainya mencapai
US$605 miliar, atau meningkat lima kali lipat dari tahun 2001. Tahun 2001, Amerika Serikat pertumbuhan ekonominya negatif. Untuk
mengatasinya Bank Sentral AS melakukan kebijakan penurunan tingkat suku bunga
dengan cukup tajam, yaitu menjadi 1%. Dengan penurunan suku bunga masyarakat AS
pun berbondong-bondong mengajukan kredit bank, termasuk KPR.
Sumber krisis terjadi ketika permintaan KPR (karena waktu
yang dibutuhkan untuk membangun properti cukup lama), tidak bisa memenuhi
permintaan yang besar (akibat rendahnya suku bunga KPR). Ketidakseimbangan
permintaan dan penawaran mengakibatkan melambungnya harga properti. Hal ini
ternyata dijadikan peluang bagi para pengusaha untuk melakukan refinancing
di sektor properti.
Modus refinancing ini adalah dengan
menjadikan properti yang bersumber dari KPR ini sebagai jaminan bagi kredit
lainnya. Kredit tersebut kemudian diinvestasikan ke sektor properti lagi,
dimana sektor ini memang merupakan sektor yang paling besar potensi
keuntungannya. Jadi terlihat sangat jelas, kenapa demand sektor properti sangat tinggi di AS saat itu, selain
memenuhi permintaan konsumsi, sektor ini juga harus memenuhi permintaan
investasi.
Demand yang besar akan KPR dari masyarakat
merupakan peluang bagi sektor perbankan untuk mengambil keuntungan. Institusi
finansial pun berlomba-lomba mengucurkan kredit KPR kepada masyarakat. Daya
tarik terbesar KPR bagi institusi finansial adalah jangka waktu pinjaman yang
panjang, memungkinkan mereka menerima bunga pinjaman dalam waktu yang panjang
pula. Sayangnya, kebijakan Subprime
Mortgage mengaburkan pertimbangan perbankan akan resiko customer. Walaupun perbankan tahu bahwa customer bisa berasal dari kalangan yang
unbankable, namun mereka meyakini
jaminan rumah bisa mengatasi resiko yang bisa terjadi. Mereka berkeyakinan
bahwa nilai rumah akan terus meningkat dari waktu ke waktu. Dengan demikian dunia
finansial juga memiliki sumbangan terhadap terjadinya krisis Subprime
Mortgage.
Pada masa booming
KPR ini, bank juga mengeluarkan produk KPR baru yang dinamakan ARM (Adjustable
Rate Mortgage). Bedanya ARM dengan Subprime, jika Subprime merupakan KPR dengan bunga rendah, sementara ARM menerapkan
bunga rendah hanya pada 2-3 tahun
pertama saja, tahun berikutnya bunga bersifat floating rate. Produk ARM semakin memperbesar demand sektor properti di AS.
Demand yang besar akan KPR membuat bank
membutuhkan modal yang semakin besar. Maka perbankan mengembangkan produk yang
namanya CDO (Collateralized Debt Obligation), atau obligasi. Bunga yang
dipakai untuk membayar bunga obligasi CDO adalah bunga yang mereka dapat dari
kredit KPR yang telah mereka kucurkan. Begitulah hinga masyarakat dan institusi
finansial menjadi bagian dari siklus keuntungan KPR ini.
Perputaran keuntungan yang aktif tersebut membawa AS
mencapai pertumbuhan yang tinggi. Sayangnya, inflasi yang ditimbulkan dari
pertumbuhan tinggi pula. Oleh karena itu sekitar tahun 2004, untuk
mengendalikan tingkat inflasi pemerintah (dalam hal ini The Fed) pelan-pelan
mulai menaikkan tingkat suku bunga. Suku
bunga bank yang meningkat mengakibatkan bunga
KPR juga meningkat. Masyarakat yang memiliki utang KPR bank adalah kelompok
pertama yang merasakan imbasnya, apalagi mereka yang melakukan refinacing properti. Satu per satu bagian
dari siklus keuntungan KPR mulai berguguran, dimulai customer unbankable,
kemudian pengembang properti, kemudian investor di bidang properti, hingga
akhirnya institusi keuangan itu sendiri.
Siklus KPR yang tadinya menguntungkan kini hanya
menyisakan kerugian. KPR mulai macet, CDO ditarik, institusi finansial
kekurangan dana, dan properti pun jatuh nilainya karena over-supply. Jika awalnya kredit macet hanya terjadi pada unbankable customer, 3 tahun berikutnya customer ARM mulai bergabung. Customer
ARM yang telah menikmati bunga rendah di 3 tahun pertamanya, harus langsung
berhadapan dengan shock suku bunga
bank yang tinggi, yaitu tahun 2005-2006.
Dengan demikian siklus kebalikan terjadi, semakin lama semakin cepat,
persis seperti bola salju (snowball effect). Meletusnya bubble di
sektor properti ini sendiri tidak berakhir di sini, melainkan lalu menyebabkan
pecahnya bubble lainnya, yaitu bubble derivatif
yang kemudian menimbulkan Credit Crisis (Krisis Kredit).
KPR Subprime memiliki
banyak produk derivatif (turunan). Banyaknya produk derivatif inilah yang
menjadi multiplyer effect dari
tersumbatnya KPR Subprime terhadap
perekonomian AS, dimana diperkirakan nilai KPR Subprime AS
mencapai US$605 miliar.
Proses
penciptaan beragam produk keuangan derivatif yang dihasilkan dari KPR Subprime adalah
sebagai berikut.
Semua produk derivatif seperti yang disebutkan diatas,
diperdagangkan di pasar uang AS dan dibeli investor dari berbagai negara. Hal inilah
yang memperluas jangkauan krisis keuangan di AS menjadi krisi s internasional.
Salah
satu contoh kasus, dampak krisis ini terjadi pada Lehman Brothers Inc,
yang merupakan perusahaan sekuritas keempat
terbesar di Amerika Serikat. [1]Lehman menderita bangkrut karena tidak
mampu membayar utang senilai US$613 miliar kepada kreditor.
Kebangkrutan Lehman ini mempengaruhi
banyak simpul ekonomi di berbagai negara. Karena Lehman Brother sebelumnya
menerima suntikan dana dari para investor dari berbagai belahan dunia termasuk
juga bank dunia yang memberikan pinjaman dana besar kepada Lehman dan kini terkena imbas kebangkrutan Lehman, yang akhirnya mulai mengganggu sistem keuangan dunia.[2] Kebangkrutan Lehman
membuat Amerika Serikat menyuntikkan dana sebesar US$70 miliar, Bank Sentral Eropa US$99,4 miliar, Bank Inggris US$35,6 miliar, Bank Nasional Swiss US$7,2 miliar dan Bank Jepang US$24 miliar. Suntikan dana tersebut dilakukan untuk mengantisipasi kebangkrutan yang lebih
parah lagi terhadap Lehman dan memberikan
dana bagi para investor yang menarik investasinya. Suntikan dana juga bertujuan
menjaga transaksi bisnis seperti pembiayaan perdagangan lintas dunia. Kebangkrutan lainnya juga dialami Worldcom Inc dan Enron Corp
dengan kasus yang mirirp dengan kebangkrutan yang dialami Lehman Brothers Inc.
Efek krisis global ekonomi yang diderita Amerika Serikat
ini memeiliki efek domino yang sangat kuat. Krisis ekonomi yang awalnya hanya diderita Amerika Serikat saja kini mulai merembet ke negara lain terutama negara
berkembang yang masih membutuhkan bantuan dana interansional, dengan adanya
krisis ini secara langsung bantuan internasional akan dikurangi guna mencegah
krisis ekonomi dunia yang berlarut-larut. Macetnya ekspor, hilangya likuiditas
beberapa bank, pemutusan tenaga kerja, pudarnya kepercayaan investor dan
konsumen, dan anjloknya perolehan laba di berbagai sektor keuangan karena
adanya pemangkasan suku bunga, otomotif, penerbangan yang tidak kalah
pentingnya ialah jatuhya berbagai indeks saham di berbagai bursa Eropa, Asia
dan Amerika Serikat itu sendiri merupakan dampak umum krisis global.
Krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat juga
merupakan pemicu adanya resesi di bidang investasi, perdagangan, bantuan serta
kepercayaan konsumen pada negara lain seperti India, Cina, Brasil dan Rusia.
Negara lain yang terkena imbas nya juga ialah Jepang pada sektor ekspor yang
anjlok, negara-negara di Eropa seperti Inggris, Belanda, Swiss yang penerimaan
laba pada lembaga keuangannya ikut anjlok dan kehilangan likuiditasnya karena
adanya ketidakpercayaan konsumen. Pada dasarnya semua negara yang pernah menjadi
invetsor bagi Lehman termasuk bank
dunia kini terkena imbas kebangrutan Lehman,
hal itu berarti mereka juga merasakan krisis yang dialami Lehman di Amerika Serikat.
Pustaka :
Semoga bermanfaat.
Ihwal Krisis Keuangan Amerika Serikat Tahun 2008
Reviewed by marisa wajdi
on
Februari 24, 2013
Rating: 5