Mengenal Sanering, Redenominasi dan Devaluasi Lebih Dekat
Oleh : Marisa Wajdi
Dalam tulisan saya sebelumnya,
tentang fobia redenominasi, saya memaparkan perjalanan sejarah
redenominasi Indonesia. Kali ini saya mencoba memaparkan secara ringkas
definisi dari redenominasi, sanering dan
devaluasi. Istilah-istilah ekonomi tersebut adalah istilah yang berkaitan
dengan perubahan mata uang. Namun bentuk ketiganya memiliki perbedaan mendasar.
Perbedaan yang ada bisa memiliki implikasi yang berbeda pula. Sebagai
masyarakat pengguna mata uang tidak salah jika kita memahami definisi ketiga
jenis kebijakan tersebut. Setidaknya kita bisa memasang strategi yang tepat
saat salah satu dari kebijakan itu diterapkan oleh pemerintah. Bagaimanapun
program pemerintah tidak akan pernah sukses tanpa ada dukungan dari seluruh
masyarakat.
Tak kenal, maka tak sayang..
Yuk, kenal lebih dekat dengan mereka...
1. SANERING
Definisi
|
:
|
Sanering (berasal dari bahasa Belanda) yang berarti pemotongan nilai mata uang
sekaligus nilai tukarnya
|
Penyebab
|
:
|
inflasi
yang sangat tinggi (hiperinflasi),
kondisi makro ekonomi dalam keadaan tidak sehat
|
Dampak
|
:
|
turunnya
daya beli karena menurunnya nilai riil uang
|
Ilustrasi
|
:
|
Misalnya
negara memberlakukan kebijakan sanering Rp. 1.000,- menjadi Rp. 1. Sebelum sanering uang Rp 1.000 dapat membeli beras 1
kg, setelah diberlakukan sanering uang Rp 1 ternyata tidak cukup lagi untuk
membeli 1 kg beras.
Salah satu
peristiwa sanering yang traumatis terjadi pada tahun 1965. Kerugian besar
terjadi di semua lapisan
masyarakat. Para pedagang dan produsen tidak bisa membeli/memproduksi barang
lagi karena modalnya terpangkas, akibatnya supply barang berkurang. Saat
demand barang tetap, sementara daya beli menurun, maka inflasi justru
memburuk. Lebih lengkapnya Anda bisa baca kembali “Fobia Redenominasi” (*iklan*).
|
2. REDENOMINASI
Definisi
|
:
|
menyederhanakan
angka nominal pada mata uang dengan cara membuang beberapa digit nol
|
Penyebab
|
:
|
Perbedaan
mendasar redenominasi dengan sanering ada pada saat penerapan kebijakan.
Sanering biasanya dilakukan untuk tindakan mengurangi jumlah uang yang
beredar, yang diharapkan bisa menekan inflasi. Kondisi ini biasanya terjadi saat kondisi
makro ekonomi sedang tidak sehat. Sebaliknya redenominasi merupakan kebijakan
moneter yang justru mensyaratkan keadaan kondisi makro ekonomi yang stabil,
dimana laju pertumbuhan positif, inflasi terkendali. Redenominasi ini
merupakan langkah yang harus diambila karena inflasi (walaupun rendah)
yangterjadi secara gradual dalam waktu yang lama akan menurunkan nilai uang
secara nyata.
Jika alasan redenominasi adalah inflasi,
rasio konversi dapat lebih besar dari 1. Biasanya merupakan bilangan positif
kelipatan sepuluh, seperti 10, 100, 1000, dst. Itulah sebabnya redenominasi
disebut sebagai ‘penghilangan nol’
|
Dampak
|
:
|
dalam teori ekonomi, redenominasi
tidak akan berdampak pada perubahan nilai riil uang, sehingga daya beli tidak akan berubah
|
Ilustrasi
|
:
|
Wacana
yang digulirkan Bank Indonesia di tahun 2012 lalu adalah menghilangkan tiga
digit nol pada tiap pecahan rupiah. Uang Rp. 100.000,- ditukar menjadi Rp. 100,-.
Jika uang Rp. 100.000,- saat ini bisa
membeli 10 kg beras, maka
setelah redenominasi uang Rp. 100,- tetap bisa dipakai untuk membeli 10 kg
beras.
|
3. DEVALUASI
Definisi
|
:
|
menyesuaikan nilai mata uang dalam negeri
dengan menurunkan nilainya terhadap mata uang asing atau acuan
|
Penyebab
|
:
|
inflasi
yang sangat tinggi (hiperinflasi)
|
Dampak
|
:
|
Devaluasi dilakukan biasanya karena
nilai uang mendapat intervensi (misalnya pemerintah). Upaya mengembalikan
nilai uang kepada nilai sebenarnya mengakibatkan’seolah-olah’ nilai uang
berubah.
|
Ilustrasi
|
:
|
Misalnya
Rupiah (Rp.) terhadap Dollar Amerika Serikat (US$).
Nilai tukar Rp. Dengan US$ terus mengalami fluktuasi dari waktu ke
waktu. Nilai tukar yang tidak stabil tersebut sangat dipengaruhi oleh berbagai
transaksi luar negeri. Bagi pelaku bisnis, terutama dalam kegiatan yang
berkaitan dengan transaksi luar negeri (ekspor-impor), kondisi ini sangat
beresiko. Salah perhitungan dalam memprediksi nilai tukar bisa menimbulkan
kerugian yang besar. Selain itu, kondisi ini membuka peluang bagi para
spekulan-spekulan yang mengambil keuntungan dengan menciptakan gimmick ekonomi. Jik aini terjadi,
yang dirugikan bukan hanya pengusaha, masyarakat pada umumnya, tapi juga
negara. Untuk membangun suhu ekonomi
yang kondusif Pemerintah Orde Baru sering menetapkan kurs tetap (fixed currency). Kurs tetap
mengakibatkan Rp. Tidak lagi mencerminkan nilai riil-nya. Agar nilai tukar
kembali merepresentasikan nilai riil-nya, pemerintah perlu merevisi kurs
tetap secara berkala.
|
Demikian
penjelasan ringkas yang berhasil saya simpulkan dari berbagai sumber. Semoga
bermanfaat.
Marisa
Wajdi !!!
saneringistockholm
BalasHapus