Indeks Tendensi Konsumen di Jawa Barat Tahun 2012

oleh : Ahmad Luqman


Setiap sabtu pagi saya punya rutinitas yang hampir tidak pernah dilewatkan. Nganter istri belanja mingguan. Belanja untuk keperluan rumah tangga sekalian stok  barang untuk kantin yang berada di samping rumah.

Selama menemaninya belanja, saya mendapatkan banyak informasi terutama tentang perkembangan harga-harga kebutuhan sehari-hari.  Saya jadi lebih tahu (lebih tepat lebih merasakan) kondisi riil ekonomi keseharian. Istri saya tidak hanya cerita tentang kondisi saat ini, tetapi juga relatif hapal pola perkembangan harga-harga dalam satu tahun. Karena itu pula dia bisa memperkirakan kondisi harga-harga yang akan datang. Ini berdampak pada pola pengelolaan anggaran dan belanja rumah tangga.

Obrolan saya dengan istri selama ini bermanfaat karena terkait  dengan salah satu output kegiatan survei di kantor saya yaitu Survei tendensi Konsumen (STK). Tujuan survei ini untuk mengetahui persepsi responden  terhadap kondisi ekonomi konsumen pada suatu triwulan. Persepsi responden hasil survei ini diolah dan diformulasikan dalam bentuk suatu angka indeks yaitu Indeks Tendensi Konsumen (ITK).

Persepsi merupakan proses kognitif yang dipergunakan oleh individu untuk menafsirkan dan memahami dunia sekitarnya (terhadap obyek).   Setiap individu memberikan arti kepada stimulus secara berbeda meskipun objeknya sama. Cara individu melihat situasi seringkali lebih penting daripada situasi itu sendiri (Menurut Gibson, dkk (1989) dalam http://www.duniapsikologi.com/).

ITK merupakan indeks berantai triwulanan dengan nilai antara 0 sampai 200. ITK =100 artinya responden memiliki persepsi bahwa kondisi ekonominya sama sajadibandingkan dengan dengan triwulan sebelumnya. ITK <100 berarti kondisi ekonomi konsumen lebih buruk dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.  Untuk ITK > 100, artinya kondisi ekonomi konsumen lebih baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.  

STK dilaksanakan setiap triwulan. Sampel meliputi rumah tangga di daerah perkotaan di seluruh Kabupaten dan Kota di Jawa Barat. Alokasi sampel setiap Kabupaten dan Kota beragam yang jumlah seluruhnya sebesar 2.560 rumah tangga. Pada setiap triwulan, rumah tangga yang disurvei tidak berubah . Rumah tangga yang pindah tidak diganti dengan yang baru.

Informasi yang dikumpulkan dalam STK ini  meliputi persepsi perubahan tingkat pendapatan rumah tangga, pengaruh tingkat kenaikan harga-harga  terhadap konsumsi makanan  dan tingkat konsumsi beberapa komoditas makanan & non makanan.  

Hasil survei tahun 2012 menunjukan bahwa secara umum pada setiap triwulan responden merasa tingkat pendapatan rumah tangga mereka lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya.   Ini ditunjukan dengan dengan nilai indeks yang di atas 100. Indeks triwulan I sampai III menunjukan angka yang semakin besar, sedangkan pada triwulan IV angka Indeks mengecil  meskipun masih tetap di atas 100. Pola Indeks triwulanan ini kemungkinan dipengaruhi oleh adanya gaji ke 13 pada bulan Juni (triwulan II).  Untuk triwulan III kemungkinan karena faktor Ramadhan dan Idul Fitri. Pada triwulan IV ada momen natal dan menjelang tahun baru.

Sementara itu pengaruh kenaikan harga-harga ternyata tidak terlalu pengaruh terhadap  tingkat konsumsi makanan sehari-hari rumah tangga.  Angka indeks pada setiap triwulan pada tahun 2012 ini selalu di atas 100. Secara umum memang inflasi tahun 2011 dan 2012 relatif rendah yaitu masing-masing hanya 3,10 persen dan 3,86 persen  dibandingkan dengan tahun 2010 yang mencapai 6,52 %.
Perkembangan tingkat konsumsi beberapa komoditi makanan dan non makanan selama tahun 2012 menunjukan nilai indeks di atas 100 kecuali pada trwulan 1 yang dibawah 100. Seperti halnya pada kaitan inflasi terhdap konsumsi makanan sehari-hari rumah tangga,  kemungkinan ini karena tingkat inflasi yang relatif rendah.  Untuk Triwulan I Tahun 2012, nilai indeks yang di bawah 100 ini disebabkan oleh konsumsi non makanan yang lebih rendah dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2011. Indeks makanan nya sendiri pada triwulan I tahun 2012 ini masih di atas 100 yang berarti tingkat konsumsinya masih lebih baik dibandingkan triwulan IV tahun 2011.

ITK Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Uraian
Triw-1
Triw-2
Triw-3
Triw-4
Pendapatan rumah tangga
103.59
110.67
109.99
107.89
Kaitan Inflasi dengan konsumsi makanan sehari-hari
118.34
108.94
116.69
112.92
Tingkat konsumsi beberapa komoditi makanan (daging, ikan, susu, buah-buahan) dan bukan makanan (pakaian, perumahan, pendidikan, transportasi, kesehatan, rekreasi)
97.21
104.86
105.09
101.48
Indeks Tendensi Konsumen
106.14
108.98
110.72
107.88
Sumber : BPS, 2012

Indeks Makanan dan Non Makanan STK Provinsi Jawa Barat Tahun 2012


Uraian
Triw-1
Triw-2
Triw-3
Triw-4
Indeks Makanan
102.27
110.67
109.99
107.89
Indeks Non Makanan
95.34
95.84
105.24
102.88
Tingkat konsumsi beberapa komoditi makanan dan bukan makanan
106.14
108.98
110.72
107.88
Sumber : BPS, 2012

Selanjutnya berdasarkan tiga nilai indeks tadi, secara agregatif dan proporsional dapat dihitung nilai ITK untuk tiap triwulan tahun 2012. Pada setiap triwulan tahun 2012, angka ITK di atas 100. Perbedaanya terdapat pada besaran ITK yang meningkat dari triwulan I dampai triwulan III, kemudian menurun pada triwulan IV. Perbedaan besaran ITK ini hanya menggambarkan perbedaan tingkat optimisme rumah tangga terhadap kondisi ekonominya. Berdasarkan hasil survei ini dapat disimpulkan bahwa kondisi ekonomi konsumen pada setiap triwulan selama taghun 2012 relatif lebih baik dibandingkan dengan triwulan-triwulan sebelumnya.


Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.