Dari @mrshananto Sampai Analisis Pareto
Oleh : Monika
Pagi ini, akun twitter @mrshananto sibuk membahas perlakuan BNP2TKI terhadap para TKI yang baru pulang. Akun tersebut milik Ligwina Hananto, seorang Co-founder / CEO / Independent Financial Planner di QM Financial. Menariknya, pahlawan devisa itu ternyata tidak hanya mengalami perlakuan tak adil di negeri orang, tapi juga harus menghadapi perlakuan bullying di negerinya sendiri. Tapi saya tidak bermaksud membahas TKI itu. Yang menjadi concern saya adalah, seandainya pemerintah bisa menyediakan lapangan pekerjaan yang bisa menyerap tenaga kerja yang banyak, kita tidak perlu lagi meng'ekspor' unskilled labor seperti para TKI itu, yang sering diperlakukan tidak sepantasnya terlebih lagi di negara lain.
Pagi ini, akun twitter @mrshananto sibuk membahas perlakuan BNP2TKI terhadap para TKI yang baru pulang. Akun tersebut milik Ligwina Hananto, seorang Co-founder / CEO / Independent Financial Planner di QM Financial. Menariknya, pahlawan devisa itu ternyata tidak hanya mengalami perlakuan tak adil di negeri orang, tapi juga harus menghadapi perlakuan bullying di negerinya sendiri. Tapi saya tidak bermaksud membahas TKI itu. Yang menjadi concern saya adalah, seandainya pemerintah bisa menyediakan lapangan pekerjaan yang bisa menyerap tenaga kerja yang banyak, kita tidak perlu lagi meng'ekspor' unskilled labor seperti para TKI itu, yang sering diperlakukan tidak sepantasnya terlebih lagi di negara lain.
Menyimak, mengikuti perkembangan indikator
makro ekonomi seringkali membuat kening kita berkernyit dan bingung. Bagaiamana
tidak, pertumbuhan ekonomi yang tinggi ternyata tidak dibarengi dengan
penurunan angka pengangguran dan kemiskinan, kesempatan kerja yang semakin
sempit dan semakin kompetitifnya dunia usaha. Sebelumnya, setiap pertumbuhan
ekonomi 1% mampu menyerap 400-500 ribu tenaga kerja. Faktanya, 1% pertumbuhan
ekonomi 2011 hanya menampung 225 ribu tenaga kerja. Artinya, daya serap ekonomi
hanya separuh dari target pemerintah. Dalam APBNP 2012, pemerintah mematok
setiap 1% pertumbuhan mampu menyerap 450 ribu tenaga kerja baru (investor.co.id)
Ekonom-ekonom populer menyebutnya pertumbuhan
yang tidak berkualitas. Rasanya, sudah banyak bahasan mengenai pertumbuhan
tidak berkualitas ini dibicarakan dalam berbagai forum dan kesempatan. Beberapa
ekonom cenderung menyalahkan ketidakmerataan pembangunan yang dilakukan oleh
pemerintah, beberapa lagi menyalahkan pelaksana pembangunan ekonomi yang tidak
on the right track dengan rencana pembangunan yang sudah dibuat.
Kondisi ini membawa saya pada pemikiran apa
ada analisis sederhana yang mudah dimengerti oleh masyarakat yang bisa
menjelaskan mengapa terjadi pertumbuhan ekonomi yang tidak berkualitas itu.
Mungkin analisis pareto bisa sedikit memberikan pemahaman kenapa terjadi
fenomena semacam ini.
Adalah Vilfredo Pareto, seorang ahli ekonomi
yang memprakarsai lahirnya 80/20 rule atau yang lebih dikenal dengan analisis
Pareto. Dia memperkenalkan konsep efisiensi Pareto dan membantu mengembangkan
bidang mikroekonomi. Dia juga orang pertama yang menemukan pendapatan yang
mengikuti distribusi Pareto, yang merupakan hukum distribusi probabilitas (bisa
dilihat di buku statistik). Analisis
Pareto dilatar belakangi adanya penemuan bahwa 80% tanah di Italia dimiliki
oleh 20% dari jumlah penduduk.
Sekarang, jika dianalogikan dengan kondisi
ekonomi Indonesia saat ini, mungkin sama dengan analisis pareto tersebut. Bahwa
20% pelaku usaha di Indonesia lah yang menciptakan 80% dari seluruh output yang
ada. Tabel input output sedikit banyak memperlihatkan hal ini (dengan
persentase yang berbeda tentunya). Pada kuadran III tabel tersebut, bisa
diketahui rasio total surplus usaha
(202) terhadap total nilai tambah bruto (209) pasti di atas 50% baik untuk
tabel IO nasional, propinsi (Tabel IO Jawa Barat 2003, rasionya adalah 55,44%) maupun
di kabupaten/kota di Jawa Barat. Artinya pengusaha (sebagai penikmat surplus usaha) mengambil porsi terbesar
dalam terciptanya nilai tambah. Padahal kita tahu jumlah pengusaha tidaklah banyak. Dan seperti yang dikemukakan dalam analisis pareto, hanya perlu 20%
penduduk untuk menciptakan 80% perekonomian. Ini bisa jadi menyebabkan sulitnya
pemerataan pembangunan ekonomi yang membawa pada pertumbuhan ekonomi yang tidak
berkualitas.
Tweet @mrshananto pagi inilah, yang membawa
saya sampai ke analisis pareto dan seterusnya..
Tidak ada komentar: