Membangun Bandung
oleh : Isti Larasati Widiastuty
25 September 2011 Kota Bandung akan memasuki usianya yang ke-201 tahun. Usia yang bisa dikatakan tidak muda lagi. Berbagai
prestasi telah diraih Kota Bandung selama 201 tahun perjalanan
pembangunan. Selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir terlihat berbagai
kemajuan pembangunan yang telah dicapai, baik pembangunan ekonomi
maupun pembangunan manusia (masyarakat) Kota Bandung itu sendiri. Untuk
melihat capaian pembangunan ekonomi biasa digunakan dengan ukuran Laju
Pertumbuhan Ekonomi (LPE). Selama sepuluh tahun terakhir LPE Kota
Bandung menunjukkan fluktuasi ke arah yang menunjukkan perbaikan
ekonomi.
Jika
pada tahun 2002 perekonomian Kota Bandung tumbuh sekitar 7,13 persen
maka pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 8,45 persen, walaupun setelah
mengalami fluktuasi beberapa tahun sebelumnya. Peningkatan LPE yang
signifikan pada tahun 2010 ditunjukkan dengan meningkatnya kinerja
ekonomi dari berbagai sektor ekonomi, seperti sektor perdagangan, hotel,
dan restoran; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor konstruksi,
serta sektor jasa-jasa. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi di Kota
Bandung menjadikan Kota Bandung sebagai salah satu kota tujuan para
pendatang untuk bekerja dan menetap di Kota Bandung. Kondisi ini
mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah penduduk Kota Bandung dari
tahun ke tahun, mengiringi capaian pertumbuhan ekonomi kota. Jika pada
tahun 2002 hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) penduduk Kota
Bandung sebanyak 2.142.914 jiwa, maka pada tahun 2010 meningkat menjadi
2.394.873 (hasil Sensus Penduduk 2010).
Bertambahnya jumlah penduduk yang mengiringi pertambahan usia Kota Bandung, bertambah
pula beban dan permasalahan yang dihadapi kota. Perlu upaya keras dan
dukungan dari berbagai pihak untuk mengatasi berbagai permasalahan yang
dihadapi Kota Bandung. Mengatasi permasalahan kota, pada dasarnya adalah
mengatasi permasalahan masyarakat Kota Bandung sendiri. Sampai dengan
saat ini, di usianya yang ke-201 masih banyak permasalahan pembangunan yang belum terselesaikan.
Pembangunan Kota Bandung pada dasarnya dilaksanakan semata-mata bagi
kesejahteraan masyarakat Kota Bandung itu sendiri. Namun kenyataan yang
selama ini sering terjadi seringkali masyarakat tidak banyak dilibatkan
dalam semua tahapan pembangunan. Hal ini karena para perencana
pembangunan kadang kala menganggap bahwa
masyarakat tidak memiliki keterampilan yang memadai untuk dapat
melaksanakan program pembangunan tersebut. Padahal masyarakat sendiri
yang merasakan masalah dan kebutuhan-kebutuhannya, serta memahami
hal-hal apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah dan memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya. Dalam hal ini, untuk mengatasi permasalahan Kota
Bandung, maka masyarakat Kota Bandung perlu “diajak” untuk
berpartisipasi dalam setiap tahapan pembangunan di Kota Bandung.
Partisipasi
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia “Partisipasi” didefinisikan sebagai
perihal turut berperan serta di suatu kegiatan. Keith Davis (1979) dalam
Huraerah (2008 : 95) mendefinisikan partisipasi secara konseptual
sebagai : “participation is
defined as mental and emotional involvement of persons in group
situations that encourage them to contribute to group goals and share
responsibility for them” (Partisipasi didefinisikan sebagai
keterlibatan mental dan emosi dari orang-orang dalam situasi kelompok
yang mendorong mereka untuk menyumbang pada tujuan-tujuan kelompok dan
bersama-sama bertanggung jawab terhadapnya). Dari
rumusan ini dapat diketahui bahwa arti partisipasi bukan hanya sekedar
mengambil bagian atau pengikutsertaan saja tetapi lebih dari itu, dalam
partisipasi terkandung tiga gagasan pokok. Pertama mental and emotional involvement, adanya keterlibatan mental dan emosi. Kedua motivation to contribute, yaitu adanya dorongan untuk memberikan sumbangan. Ketiga acceptance of responsibility, yaitu adanya penerimaan tanggung jawab.
Berdasarkan
rumusan di atas, maka partisipasi masyarakat menjadi penting dalam
setiap tahapan pembangunan. Diana Conyers seperti dikutip Huraerah (2008
: 104) menyatakan ada tiga alasan utama mengapa partisipasi masyarakat
mempunyai sifat yang sangat penting. Pertama, partisipasi
masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai
kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa
kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal.
Satu-satunya cara agar berbagai informasi diperoleh hanyalah dengan
jalan melibatkan masyarakat setempat secara langsung dalam proses
perencanaan. Kedua, bahwa masyarakat akan lebih mempercayai program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses perencanaan dan persiapannya. Ketiga, yang mendorong adanya partisipasi umum di banyak negara,
karena timbul anggapan merupakan suatu hak demokrasi jika masyarakat
dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri. Hal ini selaras
dengan konsep “men-centered development”
dimana pembangunan dipusatkan kepada kepentingan manusia, yaitu jenis
pembangunan yang lebih diarahkan demi perbaikan nasib manusia dan tidak
sekedar sebagai alat pembangunan itu sendiri.
Pengalaman
keberhasilan partisipasi masyarakat dalam pemetaan dan perencanaan
kemiskinan di Bandar Lampung menurut Soegijoko (2005) dalam Huraerah
(2008) dikarenakan adanya : Pertama, inisiatif yang berasal dari pemerintah daerah setempat dan didukung pula oleh masyarakat memudahkan pelaksanaan partisipasi. Kedua, seringnya melakukan komunikasi dengan berbagai pihak terutama untuk mencapai kesepakatan/consensus. Ketiga, perlunya sosialisasi ide awal, untuk membuka komunikasi dan melihat tanggapan/reaksi masyarakat. Keempat, keberhasilan
dan keberlanjutan partisipasi dipengaruhi oleh : (a). Tempat, waktu,
dan orang yang tepat. (b) Kesiapan materi dan kesiapan sumber daya
manusia (masyarakat, fasilitator, termasuk pemerintah). (c) Dukungan dan
komitmen pemerintah.
Keberhasilan partisipasi dalam program pembangunan di Bandar Lampung tersebut bisa juga tercapai
di Kota Bandung. Kota Bandung sebagai salah satu kota tujuan pendidikan
memiliki sumber daya manusia yang berkompeten dan memiliki kapabilitas
untuk mengatasi permasalahan pembangunan yang ada di Kota Bandung. Tentu
saja hal ini terjadi jika ruang partisipasi dibuka lebar bagi seluruh
komponen masyarakat. Memang selama ini pada perencanaan pembangunan
sebagian masyarakat (aparat kewilayahan) dilibatkan dalam musyawarah
perencanaan pembangunan untuk merencanakan program pembangunan
mendatang, namun hal ini dirasa belum optimal. Hal ini dibuktikan dengan
bertambahnya usia, masih banyak permasalahan yang dirasakan masyarakat di kota bermartabat ini.
Partisipasi Mengatasi Kemacetan
Permasalahan
yang dirasakan hampir semua masyarakat Kota Bandung beberapa waktu
terakhir adalah masalah kemacetan. Kemacetan terjadi di mana-mana,
terjadi hampir di semua ruas jalan Kota Bandung. Berbagai upaya telah
dilakukan untuk mengatasi hal ini,
namun setiap hari kemacetan dirasa semakin meningkat saja. Kemacetan
yang erat kaitannya dengan masalah angkutan, transportasi, dan kondisi
infrastruktur kota, masih menjadi salah satu permasalahan kota, walaupun
LPE sektor angkutan cukup tinggi dan Kota Bandung pernah mendapat
penghargaan terkait penanganan masalah angkutan masyarakat. Beberapa
waktu lalu Walikota Bandung mendapat penghargaan Wahana Tata Nugraha
2010 kategori angkutan untuk kota metropolitan. Penghargaan ini
diberikan setelah beroperasinya angkutan umum massal Trans Metro Bandung
(TMB) sejak tahun 2010 lalu.
Penghargaan
yang diterima Kota Bandung dalam bidang transportasi tahun ini kiranya
perlu dijadikan momentum untuk mengoptimalkan sarana angkutan missal
dalam mengatasi kemacetan di Kota Bandung. Memang tidak mudah, karena
yang perlu dibangun bukan hanya sarana fisik seperti shelter-shelter
TMB, namun budaya masyarakat. Budaya masyarakat untuk naik dan turun
dari kendaraan umum pada tempat yang telah ditentukan. Budaya naik dan
turun seenaknya, angkutan kota (angkot) yang ngetem
di sembarang tempat, bis damri yang berhenti di sembarang tempat (bukan
di halte) ditengarai sebagai faktor pemicu kemacetan di Kota Bandung,
di samping pengendara angkutan pribadi lainnya yang tidak tertib di
jalan raya.
Optimalisasi sarana angkutan massal tidak
hanya pada TMB, namun juga bisa dilakukan pada sarana lainnya, seperti
bis damri dan kereta api. Memperbanyak armada dan halte bis damri dan
membudayakannya untuk menaikkan dan menurunkan penumpang hanya di halte
sebagaimana TMB sedikit banyak bisa bermanfaat mengatasi kemacetan
karena daya tampungnya lebih banyak. Memperbanyak rangkaian kereta api
lokal dan membangun lebih banyak stasiun kecil kereta api sedikit banyak
bisa mengurai kemacetan di beberapa ruas jalan di Kota Bandung.
Misalnya saja di setiap persimpangan rel kereta api dengan jalan besar
dibangun stasiun kecil, seperti halnya dilakukan di Jakarta dengan jalur
kereta api Bogor – Jakarta dan Bekasi –Jakarta. Dua hal tersebut
hanyalah ide sederhana dari masyarakat yang masih awam akan masalah
transportasi dan perencanaan wilayah.
Kota
Bandung memiliki banyak ahli transportasi dan ahli perencanaan wilayah.
Di Kota Bandung juga terdapat berbagai universitas yang berkompeten
dalam hal ini. Dalam momentum ulang tahun Kota Bandung kiranya seluruh
komponen masyarakat yang memiliki kompetensi dan kapabilitas perlu
“diajak” untuk berpartisipasi dalam mengatasi permasalahan Kota Bandung,
seperti mengatasi kemacetan. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(BAPPEDA) selaku stakeholder
yang berwenang dalam menyusun perencanaan pembangunan di Kota Bandung
sudah saatnya “mengajak” seluruh komponen masyarakat dalam merencanakan
pembangunan, mengatasi permasalahannya. Karena sekali lagi, tanpa adanya
partisipasi masyarakat setiap program yang dijalankan hasilnya tidak
akan optimal, dalam hal ini partisipasi perlu dilakukan sejak
perencanaan dan persiapan. Untuk menampung partisipasi masyarakat, bisa
melalui wadah “sayembara”, seperti halnya pernah dilakukan ketika
menentukan logo ulang tahun Kota Bandung ke-200. Mungkin “sayembara
mengatasi kemacetan di Kota Bandung” perlu dilakukan, agar seluruh
komponen masyarakat bisa memberikan reaksi, tanggapan, ide maupun
rencananya dengan menguraikan permasalahan dan kebutuhan-kebutuhannya
terkait masalah kemacetan di Kota Bandung. Masyarakat bisa
berpartisipasi mengatasi
kemacetan, bukan berpartisipasi menimbulkan kemacetan. Sehingga pada
akhirnya, kita, selaku masyarakat Kota Bandung bisa memiliki akses dan
ruang untuk berpartisipasi dalam mengatasi permasalahan kota. Dengan
kemampuan, keterampilan, keahlian, dan kewenangannya masing-masing semua
berpartisi aktif dalam pembangunan. Di ulang tahun ke-201, masyarakat berpartisipasi aktif membangun Kota Bandung.***
What is the casino? - SEPT
BalasHapusThe best casino online is the One www.jtmhub.com of ventureberg.com/ the main reasons why people are 출장안마 spending money on septcasino a game is by having a few options. One of the reasons