Fenomena Deindustrialisasi


Oleh : Monika

Pembangunan bidang industri merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang harus dilaksanakan secara terpadu dan berkelanjutan, sehingga bidang industri dapat memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat. Sejak tahun 1976 Badan Pusat Statistik (BPS) telah melakukan Survei Industri manufaktur skala besar dan sedang tahunan. Data hasil survei tersebut antara lain digunakan sebagai bahan penyusunan Indeks Produksi Industri dan penghitungan pertumbuhan produksi industri. Pertumbuhan produksi industri merupakan indikator dini untuk mengetahui perkembangan sektor industri di Indonesia. 

Industrialisasi adalah suatu proses perubahan struktur ekonomi dari struktur ekonomi pertanian atau agraris ke struktur ekonomi industri. Dan industrialisasi merupakan tahapan perkembangan ekonomi yang penting untuk dapat mempercepat kemajuan ekonomi suatu bangsa. Masalahnya, saat ini banyak terjadi fenomena deindustrialisasi. 

Deindustrialisasi kurang lebih dapat dianggap sebagai kebalikan industrialisasi, yaitu penurunan peranan sektor industri manufaktur baik dalam kontribusi jumlah output maupun kontribusi jumlah pekerja dalam sebuah perekonomian. Blackeby (1979) dalam Jalilian dan Weiss(2000) menyebutkan bahwa pengertian deindustrialisasi adalah penurunan nilai tambah sektor manufaktur atau penurunan kontribusi sektor manufaktur dalam pendapatan nasional. Menurut Singh(1982) deindustrialisasi adalah ketidakmampuan sektor manufaktur menghasilkan nilai ekspor yang mencukupi dalam membiayai impornya untuk mencapai kondisi full-employment  dalam perekonomian. Rowhorn dan Wells (1987) menjelaskan arti deindustialisasi sebagai pennurunan proporsi jumlah pekerja sektor manufaktur terhadap total pekerja. Rowthorn dan Wells (1987) yang diacu dalam IMF (1997) menyebutkan deindustrialisasi ada dua macam yaitu deindustrialisasi positif dan deindustrialisasi negatif. Deindustrialisasi positif merupakan dampak yang terjadi karena perekonomian telah mengalami kedewasaan. Deindustrialisasi negatif mengindikasikan adanya performa yang buruk dari sebuah perekonomian. Deindustrialisasi negatif merupakan efek dari performa buruk sebuah perekonomian karena jika perekonomian memburuk akan menurunkan tingkat konsumsi dan pada akhirnya akan menurunkan tingkat produksi khususnya sektor manufaktur.

Risman(2000)  mengemukakan bahwa inflasi turut berkontribusi dalam terjadinya deindustrialisasi. Inflasi menyebabkan investasi menjadi lebih mahal dan profit yang diharapkan menjadi berkurang . Selain itu, perubahan struktur perekonomian oleh peraturan pemerintah juga bisa menyebabkan terjadinya deindustrialisasi.

Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan deindustrialisasi, antara lain peranan sektor industri terhadap PDRB, tren pertumbuhan investasi, dan penyerapan  tenaga kerja, serta nilai ekspor hasil industri. Deindustrialisasi bisa mengakibatkan tingkat penyerapan tenaga kerja yang menurun, karena jika sektor industri tidak berkembang maka peluang terciptanya lapangan kerja baru akan mengecil.

Kondisi fenomena deindustrialisasi dapat berakibat pada turunnya sektor industri baik PDRB dan penyerapan tenaga kerja sehingga menyebabkan produksi pada sektor industri menurun dan akan berakibat meningkatnya impor dan pengangguran. Selanjutnya akan berakibat pada meningkatnya ketergantungan pada negara atau daerah pengekspor manufaktur, dan sulit melakukan reindustrialisasi. Menjadi pengimpor dan konsumtif bisa mengakibatkan bergantung pada daerah atau negara lain sehingga potensi  sektor manufaktur tidak berkembang dan proses industrialisasi sulit untuk dicapai.

Untuk meneliti fenomena deindustrialisasi ini dapat menggunakan variabel  Rasio PDRB sektor industri terhadap PDRB total, rasio penduduk yang bekerja di sektor industri terhadap total tenaga kerja,  ln IHK, ln PMTB dan tingkat keterbukaan. Modelnya bisa menggunakan Time Series , yaitu dengan metode kesalahan error (Error Correction Mechanism). Selamat mencoba..

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.